A. Pengantar
Komplemen dapat direalisasikan dalam bentuk adjektiva atau kelompok adjektiva, nomina atau kelompok nomina, kelompok pronomina, serta klausa subordinatif, baik yang berbentuk finite maupun non-finite[1]. Secara semantis, komplemen memperluas makna dari nomina inti (head) dan merupakan unsur yang bergantung padanya. Pembahasan mengenai komplemen juga mencakup pemahaman atas dikotomi adjektiva yang bersifat permanen dan temporer dalam struktur modifikator[2] frasa nomina. Kajian ini diawali dengan membahas struktur komplemen dalam urutan gramatikal[3] yang mencakup pemahaman atas dikotomi adjektiva yang bersifat permanen dan temporer[4] dalam struktur modifikator frasa nomina.
Selanjutnya, dibahas pula fenomena hubungan antarunsur dalam kelompok nomina yang disusun secara kanonik[5] sebagai premodifikator (pre-head), di mana makna nomina inti diperluas oleh komplemen (post-head) atau oleh post-modifikator. Pemahaman terhadap komplemen tidak dapat dilepaskan dari pemahaman mengenai kopula[6] (linking verbs) dalam satuan gramatikal[7].
Seluruh pembahasan ini didasarkan pada pemikiran Matthews (1981), Roberts (1964), Jacobs (1993), Quirk dkk. (1992), dan para pemikir lainnya, serta dilengkapi dengan contoh dan ilustrasi dari sumber-sumber tersebut. Untuk meningkatkan keterbacaan dan membantu pemahaman terhadap struktur, simbol-simbol linguistik berikut akan diperkenalkan sebagai bentuk singkatan: |…| : bentuk kata, frasa, atau morfem, + : linier atau penambahan struktur, {…} : elemen gramatikal, … : jeda, * : tidak gramatikal, Ø : zero/kosong, ~ : dapat dipahami/dimaknai, → : perubahan atau transformasi.
B. Komplemen dalam Urutan Gramatikal
1. Temporer and Permanen
Pembahasan mengenai komplemen dalam struktur frasa nomina mencakup pemahaman terhadap dikotomi makna adjektiva yang bersifat permanen dan temporer. Perbedaan makna ini memiliki implikasi langsung terhadap posisi sintaktis unsur-unsur pemodifikasi dalam frasa nomina serta stabilitas semantis yang ditimbulkan.
Perlu dicatat bahwa modifikator dalam struktur frasa nomina dapat dipahami sebagai bersifat permanen atau temporer (lihat Quirk, 1992:198). Unsur-unsur yang menempati posisi premodifikator (pre-head) umumnya diberikan status linguistik sebagai sifat yang permanen, atau paling tidak sebagai ciri khas yang melekat. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa posisi postmodifikator (post-head) selalu berkaitan secara langsung dengan makna temporer atau permanen. Namun demikian, adjektiva yang secara sintaktis harus muncul setelah nomina (post-head position) biasanya menunjukkan makna yang bersifat sementara atau kondisional.
Sebagai ilustrasi, kalimat (1) The man who is courteous dapat dipahami sebagai menyatakan sifat tetap atau inheren (makna semantik yang stabil), sedangkan kalimat The man is ready cenderung dimaknai sebagai kondisi yang hanya berlaku dalam konteks waktu tertentu. Hal ini menjelaskan mengapa bentuk (4) tidak dapat digunakan secara gramatikal atau semantis dalam konteks permanen. Dalam kaitan ini, dapat dikenali adanya kontras semantik antara |timidity| dan |fear|: yang satu menunjukkan keadaan permanen, sedangkan yang lain bersifat temporer. Misalnya, A man who is timid dapat dipahami sebagaimana dalam contoh (2), tetapi A man who is afraid tidak dapat dipahami sebagaimana dalam (5) karena menunjukkan kondisi sesaat.
Terkait hal ini, perbedaan antara penentu tak tentu dan penentu tentu (indefinite dan definite determiners) juga relevan untuk dianalisis, , karena berpengaruh pada interpretasi kestabilan atau ketidaktetapan makna dalam frasa nomina.
Selain itu, Quirk et al. (lihat Quirk, 1992:860) mencatat bahwa sejumlah besar adjektiva sebagai pemodifikasi cenderung muncul pada posisi sebelum inti (pre-head). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa modifikator yang mengekspresikan ciri permanen biasanya terbatas secara distribusional pada posisi pre-head. Sebagai contoh, dalam frasa (3) the big toe, kata |big| secara khas dipahami sebagai kualitas tetap yang melekat pada bagian tubuh tersebut dalam perbandingan dengan bagian lainnya. Oleh karena itu, bentuk seperti *The toe is big akan menggeser makna permanen tersebut menjadi makna sementara (misalnya karena pembengkakan sesaat), dan dengan demikian menyalahi karakteristik semantis aslinya.
(1) The courteous man
(2) A timid man
(3) The big toe
(4) *The ready man
(5) *An afraid man
Dengan demikian, pemahaman tentang sifat permanen dan temporer dalam struktur frasa nomina sangat penting dalam menginterpretasikan makna adjektiva dan penempatan sintaktisnya. Aspek ini menunjukkan bahwa struktur gramatikal tidak hanya bersifat formal, tetapi juga membawa konsekuensi semantis yang signifikan terhadap interpretasi makna dalam kalimat.
2. Unsur Kanonik Pra-Inti
Dalam sintaksis bahasa Inggris, struktur frasa nomina menunjukkan kecenderungan tertentu dalam penempatan unsur-unsur modifikator. Pemahaman mengenai urutan ini sangat penting karena menyangkut prinsip sintaktis dan semantis yang menentukan kegramatikalan dan interpretasi makna dalam suatu konstruksi.
Secara umun, dalam struktur frasa nomina bahasa Inggris, terdapat kecenderungan bahwa modifikator yang bersifat lebih pendek dan intrinsik[8] lebih disukai untuk ditempatkan sebelum nomina inti (head), sedangkan unsur-unsur yang lebih panjang dan bersifat ekstrinsik cenderung diletakkan setelahnya.
Dalam kerangka tata bahasa transformasional generatif[9], aturan pengurutan ini dibedakan menjadi dua jenis: 1) pengurutan intrinsik, yang mengacu pada aturan sintaktis berdasarkan sifat formal atau logis dari nomina itu sendiri; 2) pengurutan ekstrinsik, yang diwujudkan melalui penggunaan komplemen, yakni unit sintaktis yang mengidentifikasi suatu entitas dengan sesuatu di luar dirinya atau menambahkan informasi tambahan yang meskipun tidak esensial bagi identifikasi dasar, tetap diperlukan demi pemahaman makna yang akurat berdasarkan konteks faktual.
Sebelum mendalami pembahasan mengenai komplemen, penting untuk terlebih dahulu mengidentifikasi struktur atau susunan unsur-unsur sebelum nomina inti, yang dalam analisis sintaksis disebut sebagai premodifikator. Hubungan struktural antara unsur-unsur dalam frasa nomina ini dapat diamati pada Tabel 1.
Tabel 1: Hubungan Antarunsur Kelompok Nomina
| Kalimat | That | short | Summer | course | we attended |
| Fungsi | Determiner | Epithet | Classifier | HEAD | Complement |
| Kelas/Satuan | Demonstrative | Adjective | Noun | Noun | Rel. Clause |
Source: https://www.ugr.es/~ftsaez/morfo/nouns.pdf
Kalimat-kalimat dalam Tabel 1 disusun mengikuti urutan kanonik dalam struktur frasa nomina. Adjektiva muncul sebelum inti karena adanya relasi intrinsik yang paling dekat antara nomina inti dan pengklasifikasinya. Oleh karena itu, adjektiva atau nomina tertentu dapat ditempatkan tepat di depan nomina inti, sebagaimana tampak pada contoh (6) dan (7).
Urutan kanonik berikutnya adalah modifikator inheren berupa epithet[10] , seperti terlihat dalam contoh (8). Apabila frasa nomina mengandung penentu (determiner), maka unsur tersebut akan ditempatkan sebelum epithet, sebagaimana dalam contoh (9). Dengan demikian, urutan ini membentuk struktur kanonik dari kanan ke kiri secara gramatikal (berdasarkan makna), namun berlawanan arah dalam realisasi tuturan (speech), yakni dari kiri ke kanan.
Struktur ini mencerminkan penyusunan fitur (features) yang secara kanonik tersaji sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 1. Apabila urutan unsur-unsur tersebut disusun seperti dalam contoh (10) dan (11), maka konstruksi frasa menjadi tidak gramatikal dan menyimpang dari pola kanonik yang lazim.
(6) radio programme
(7) Persian rugs
(8) beautiful Persian rugs
(9) A beautiful Persian rugs
(10) *Persian beautiful rugs
(11) *A Persian beautiful rugs
Jika suatu kelompok nomina juga mengandung penentu (determiner), maka secara kanonik penentu tersebut ditempatkan sebelum epithet, dengan urutan berdasarkan ciri yang paling permanen hingga yang kurang permanen, sebagaimana ditunjukkan dalam (12) dan (13). Artikel determiner |a| diikuti oleh adjektiva epithet |large| dan nomina pengklasifikasi |oil|, yang semuanya ditempatkan sebelum nomina inti |tanker|. Dalam (13), dua adjektiva muncul sebelum nomina inti; adjektiva epithet |patriotic| berada lebih dekat dengan nomina inti karena lebih bersifat permanen dibandingkan |wonderful|. Oleh karena itu, konstruksi dalam (14) dan (15) dianggap tidak gramatikal.
(12) A large oil tanker
(13) A wonderful patriotic speech
(14) *an oil large tanker
(15) *a patriotic wonderful speech
Beberapa urutan seperti ini muncul sebagai prinsip umum: bentuk deverbal (adjektiva yang dibentuk dari verba) ditempatkan sebelum bentuk denominal (adjektiva yang dibentuk dari nomina), seperti pada (16), di mana adjektiva |attractive| dibentuk dari verba |attract| dan adjektiva |ambitious| dibentuk dari nomina |ambition|. Adjektiva epithet |ambitious| ditempatkan langsung sebelum nomina inti |woman| karena dianggap lebih bersifat permanen dibandingkan |attractive|, dengan penggunaan tanda koma di antara keduanya (bukan konjungsi |and|), meskipun hanya terdiri dari dua adjektiva.
Asumsi ini secara formal dan logis didasarkan pada ciri khas linguistik bahwa satu adjektiva merupakan bentuk deverbal, sedangkan yang lainnya merupakan bentuk denominal. Tidak ada konjungsi |and| antara dua adjektiva dalam (13) karena, secara formal dan logis, keduanya merupakan bentuk denominal dan hanya terdiri dari dua adjektiva[11].
Terdapat pula epithet rekursif[12] (recursive epithet) yang mencakup kategori ukuran, usia, bentuk, dan warna, sebagaimana ditunjukkan dalam (17). Penempatan tanda koma dalam (17), ataupun jika digunakan konjungsi |and|, memiliki alasan sintaktik dan semantik yang jelas, yaitu karena adjektiva |black| dianggap lebih bersifat permanen dibandingkan adjektiva lainnya, dan hanya terdapat satu nomina sebagai nomina inti, yaitu |box|. Epithet rekursif lainnya berupa adjektiva yang terdiri atas satu kata sifat ditempatkan sebelum kata majemuk (compound words), seperti pada (18). Adjektiva |well-kept| ditempatkan paling dekat dengan nomina inti |garden| karena dua adjektiva lainnya masing-masing hanya berupa satu kata.
Contoh epithet rekursif selanjutnya dapat dilihat pada urutan adjektiva yang menunjukkan bentuk yang lebih dikenal sebelum bentuk yang kurang dikenal, sebagaimana dalam (19). Adjektiva |peculiar| lebih lazim atau lebih akrab secara semantis dibandingkan |antediluvian|, sehingga ditempatkan lebih dekat ke nomina inti. Sementara itu, epithet rekursif yang bersifat dinamis cenderung muncul di posisi akhir, sebagaimana dalam (20). Adjektiva |ear-splitting| ditempatkan dekat dengan nomina inti |crash| karena menyatakan akibat dari adjektiva sebelumnya, yakni |loud|, sedangkan adjektiva |sudden| bersifat netral. Dengan demikian, urutan adjektiva dalam konstruksi tersebut mengikuti gradasi semantis, dimulai dari adjektiva yang netral, kemudian menunjukkan sebab, dan diakhiri dengan akibat.
(16) an attractive, ambitious woman
(17) a large, modern, rectangular, black box
(18) a small, pretty, well-kept garden
(19) a peculiar antediluvian monster
(20) a sudden, loud, ear-splitting crash
Semua unsur tersebut secara semantik merujuk pada apa yang diutamakan, serta didorong oleh prinsip final weight (beban akhir) dan keinginan penutur untuk menekankan sikap terhadap kualitas, bukan semata-mata kualitas itu sendiri. Jika dikaitkan dengan komplemen, kelompok sebelum inti frasa (pre-head) dikenal sebagai premodifikator rekursif komplemen, yaitu komplemen dalam kelompok nomina yang mengandung unsur adjektiva dan, sebagai premodifikator, dapat memberikan penjelasan yang lebih luas dibandingkan unsur-unsur pre-head lainnya. Dengan demikian, kasus ini menunjukkan adanya pilihan dalam menyusun premodifikator sebagai komplemen yang didasarkan pada urgensi realitas faktual dan oleh karena itu harus ditempatkan sedekat mungkin dengan inti (head).
Secara gramatikal (dari kanan ke kiri), unsur-unsur yang lebih panjang cenderung ditempatkan belakangan, atau unsur-unsur yang mendapat perhatian paling besar ditempatkan terakhir atau sejauh mungkin di sisi kiri setelah determinator. Kasus rekursif komplemen dapat terjadi apabila terdapat hubungan panjang antarunsur satuan, sehingga dapat berbentuk klausa komplemen koordinatif maupun subordinatif. Perlu ditegaskan kembali bahwa peran atau fungsi kelompok nomina dapat menjadi unsur klausa, sebagaimana akan dijelaskan pada subbab tentang nomina dan kelompok nomina.
Unsur-unsur dalam suatu kelompok kata dinyatakan secara gramatikal dan dapat diterapkan secara berulang (recursive), yaitu determinator rekursif dengan urutan determinator yang dianggap logis: pre-central determiner (partitive case) + central determiner (articel, possesive, demonstrative) + post-central determiner (numeral) atau predeterminer + central determiner + postdeterminer, seperti ditunjukkan dalam (21). Sebuah epithet rekursif seperti dalam (22) merupakan urutan yang lazim dan biasanya memuat tidak lebih dari dua epithet, meskipun urutan dengan lebih dari dua epithet juga sering dijumpai. Urutan rekursif dengan lebih dari dua epithet dapat disusun secara koordinatif, baik dengan menghilangkan konjungsi (asyndeton[13]) maupun dengan menampilkannya secara eksplisit (syndeton[14]) menggunakan |and|, |or|, |but|, atau |yet|. Hal ini menunjukkan makna berupa sikap tendensius yang ditempatkan sebelum unsur yang bersifat faktual atau netral, lalu diikuti oleh unsur yang bersifat kualitatif.
(21) all those six other animals
(22) long, uninteresting and very difficult texts
Dengan demikian, pemahaman terhadap urutan kanonik unsur pra-inti dan pemilihan komplemen dalam frasa nomina memberikan dasar penting untuk menganalisis struktur kalimat dalam bahasa Inggris. Hal ini tidak hanya mendukung keteraturan gramatikal, tetapi juga memengaruhi gaya, penekanan makna, dan interpretasi pragmatis dalam komunikasi.
3. Komplemen dan Valensi[15] Verba
Komplemen adalah kata atau frasa yang secara gramatikal melengkapi unsur lain dengan menjadi subordinat terhadapnya. Dalam gramatika dependensi[16], pemahaman mengenai komplemen tidak dapat dilepaskan dari konsep kopula (linking verbs) sebagaimana dijelaskan oleh Matthews Matthews (1981: 113-117), Quirk et. al. (1992:820) dan Jacobs (1993:55-57).
Klausa verba kopula (copular verb clause) akan dibahas lebih rinci dalam bagian mengenai frasa verba. Namun, pada bagian ini hanya akan dibahas secara ringkas mengenai komplemen dalam urutan gramatikal, khususnya komplemen subjek dan komplemen objek, yang secara umum berkaitan erat dengan adjektiva atau kelompok adjektiva, nomina atau kelompok nomina, kelompok pronomina, serta anak kalimat subordinatif baik yang finite maupun non-finite, sebagaimana ditunjukkan dalam skema kanonis pada Tabel 2.
Tabel 2: Skema Kanonis Komplemen dalam Urutan Gramatikal Bahasa Inggris
| Pre-determiner | Central determiner | Post-determiner | Modifier | Head | Complement |
| all both double such what half two-fifths | a/an the this, that,… my, your, his,… every each no some any enough either neither what whose which wh + ever Peter’s | one, two,… first, second,… next last past further many (a) few several more much little plenty of loads of | – Adjectives (epithet) – Nouns (classifier) | – Nouns – Clauses | – Adjectives or group of adjectives – Nouns or group of nouns – Pronouns group – Clauses |
Source: https://www.ugr.es/~ftsaez/morfo/nouns.pdf
Dalam teori gramatika dependensi, konsep valensi merupakan salah satu aspek utama yang menunjukkan hubungan sintaksis antara suatu verba (predikator) dan unsur-unsur yang menyertainya, yang disebut sebagai komplemen atau dependent. Menurut Matthews (1981: 113), konstruksi kalimat transitif dan intransitif dapat dipahami sebagai kasus khusus dari konfigurasi predikator yang disertai oleh nol (Ø) atau lebih komplemen. Dalam hal ini, valensi mencerminkan kemampuan semantis dan sintaktis dari suatu leksem, terutama verba, untuk mengambil argumen atau peserta tertentu dalam struktur kalimat.
Jika suatu verba tidak memerlukan komplemen, maka verba tersebut disebut memiliki komplemen (Ø) nol (zero complement). Sebaliknya, apabila suatu verba mengharuskan satu komplemen, disebut monovalen; dua komplemen disebut bivalen, dan tiga komplemen disebut trivalen, serta seterusnya. Dengan demikian, valensi tidak hanya mencerminkan jumlah argumen yang dapat atau harus dimiliki oleh verba, tetapi juga berkaitan dengan struktur semantis dan fungsi sintaktis dari verba tersebut dalam klausa.
Sebagai ilustrasi, kalimat seperti All animals are equal dapat dianalisis dari sudut pandang ini. Verba |are| merupakan bentuk dari verba kopulatif BE, yang dalam hal ini berperan sebagai predikator bivalen. Verba ini menghubungkan subjek All animals dengan komplemen subjek berupa adjektiva equal, membentuk apa yang oleh Quirk et. al. (1992:820) disebut sebagai komplementasi intensif[17] (intensive complementation). Dalam struktur ini, terdapat hubungan koreferensial antara subjek dan komplemen subjek, yang lazim ditemukan pada verba kopula (copular verb).
Secara struktural, kalimat tersebut terdiri atas predeterminer |all|, nomina inti |animals|, verba kopula |are| (bivalen), dan adjektiva predikatif |equal|. Oleh karena itu, verba |are| memiliki dua fungsi utama: 1) menghubungkan subjek dengan predikat non-verbal dan 2) menandai struktur kopulatif dalam klausa deklaratif.
Jacobs (1993:56) menyebut bahwa verba BE termasuk dalam kelas verba yang dapat diikuti oleh frasa adjektiva predikatif, sebagaimana dalam kalimat The dormouse was angry about the cold tea. Hal ini juga didukung oleh Quirk et. al. (1992:821), yang mengklasifikasikan struktur semacam ini sebagai komplemen frasa adjektiva, contohnya John is very bright. Dalam semua contoh tersebut, verba BE tidak memiliki arti leksikal penuh, melainkan berfungsi sebagai penghubung antara subjek dan komplemen. Dengan demikian, valensi merupakan konsep kunci dalam analisis sintaksis berbasis dependensi yang memungkinkan pemetaan relasi antara verba dan argumennya tanpa memerlukan konsep frasa dalam struktur kalimat.
4. Komplemen Frasa Ajektiva
Dalam analisis struktur frasa, komplemen frasa adjektiva merupakan unsur penting yang berfungsi menyempurnakan makna adjektiva. Secara umum, unsur post-modifikator dalam frasa nomina merujuk pada bagian yang muncul setelah kepala (head) dan biasanya menambah informasi tambahan. Namun, dalam frasa adjektiva, peran post-modifikator sering kali tumpang tindih dengan komplemen karena keduanya hadir setelah adjektiva dan memengaruhi interpretasi makna.
Biber, Grieve, dan Iberri-Shea (2009:182–187), premodifikator dalam bahasa Inggris biasanya berbentuk frasa, sedangkan post-modifikator dapat berupa frasa maupun klausa. Oleh karena itu, struktur kanonis yang berlaku dalam frasa nomina tidak selalu dapat diterapkan secara langsung pada frasa adjektiva. Salah satu contoh sederhana dapat dilihat pada kalimat:
John is very bright
Dalam kalimat ini, tidak terdapat post-modifikator, dan adjektiva |bright| tidak memodifikasi nomina, melainkan berfungsi sebagai predikatif terhadap subjek |John| melalui kopula |is|. Adverbial |very| berfungsi sebagai penguat (intensifier) dalam frasa adjektiva tersebut.
Perlu dibedakan secara konseptual bahwa komplemen diperlukan untuk melengkapi makna adjektiva, sedangkan post-modifikator hanya bersifat memberikan informasi tambahan yang tidak esensial. Komplemen sering kali menjelaskan hubungan atau keterkaitan langsung antara adjektiva dan entitas yang dimaksud.Quirk et. al. (1992:262) menyebutkan bahwa banyak adjektiva dalam bahasa Inggris yang memiliki padanan verbal, dan karena itu dapat menerima komplemen yang menyerupai struktur klausa atau frasa preposisional. Perhatikan contoh-contoh berikut:
(23) He is afraid to do it ~ He fears to do it
(24) They are fond of her ~ They like her
(25) That is tantamount to an ultimatum ~ That amounts to an ultimatum
Dalam contoh di atas, frasa preposisional dan infinitif berfungsi sebagai komplemen bagi adjektiva seperti |afraid|, |fond|, dan |tantamount|. Hal ini memperkuat pandangan bahwa banyak adjektiva dalam bahasa Inggris dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari blended class, yaitu kelas yang mengandung sifat adjektival dan verbal sekaligus.Blended class dan ambiguitas sintaktis, bisa tampak pada penjelasan berikut dan contoh-contohnya Konstruksi seperti:
(26) Linguistics interested John
menunjukkan struktur aktif dengan interpretasi pasif. Di sini, |interested| berfungsi ganda sebagai partisipel verba dan adjektiva. Quirk (1992:242) menekankan bahwa bentuk |-ing| dan |-ed| pada adjektiva tidak selalu memiliki padanan verba, sehingga penting untuk membedakan antara partisipel dan adjektiva berdiri sendiri. Selanjutnya, frasa preposisional yang menyertai adjektiva sering kali menyatakan pokok pembahasan atau reaksi emosional, tergantung preposisi yang digunakan. Lihat contoh berikut:
(27) His views were very surprising
(28) The results were unexpected
(29) He was shocked about her reaction
(30) He’s lecturing on new techniques of management
(31) She was annoyed at his behaviour
Preposisi seperti |about|, |on|, dan |at| dalam contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa frasa preposisional berfungsi sebagai komplemen, bukan sekadar post-modifikator. Komplemen ini menjelaskan topik atau reaksi yang berkaitan dengan adjektiva.
Perlu diperhatikan pula tentang komplemen klausal dan fungsi subjungtif. Selain frasa preposisional, adjektiva juga dapat diikuti oleh klausa bahwa (that-clause) sebagai komplemen. Klausa ini dapat bersifat indikatif, subjungtif, atau putatif, tergantung pada adjektiva yang digunakan. Perhatikan contoh berikut:
(32) I am sure that he is here now
(33) I am insistent that he be ready (formal)
(34) I am sorry that he should come (formal)
Pada (32), klausa |that he is here now| menjelaskan kepastian objektif dari adjektiva |sure|. Sementara itu, pada (33), klausa |that he be ready| menunjukkan konstruksi subjungtif dengan adjektiva |insistent|, yang menyampaikan keyakinan atau tuntutan. Pada (34), klausa |that he should come| menandakan sikap putatif yang bersifat evaluatif atau hipotetik terhadap suatu situasi.
Dari berbagai contoh dan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa komplemen dalam frasa adjektiva memiliki peran yang sangat penting dalam menyempurnakan makna adjektiva, baik melalui frasa preposisional maupun klausa. Sering kali, batas antara adjektiva dan verba menjadi kabur, terutama dalam konstruk blended class, yang memerlukan analisis semantik dan sintaktis secara bersamaan. Pemahaman tentang jenis dan fungsi komplemen dalam frasa adjektiva membuka jalan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas struktur bahasa Inggris, terutama dalam kaitannya dengan relasi antarfrasa, aspek emotif, dan penilaian penutur terhadap proposisi yang dikemukakan.
5. Komplemen Frasa Nomina
Komplemen dalam frasa nomina bertugas menjelaskan atau melengkapi makna nomina inti. Skema kanonis dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa komplemen bisa berupa frasa preposisional, klausa relatif, atau bahkan struktur frasa kompleks yang menunjukkan hubungan identitas, status, atau peran.
a. Analisis Sintaktik Dasar
Kasus sederhana seperti tampak dalam kalimat berikut:
The boys caught the ball.
Frasa nomina |the ball| merupakan komplemen yang memodifikasi frasa nomina |the boys|. Dalam kalimat tersebut, terdapat artikel definit |the| sebagai determinan frasa nomina |boys| dan verba lampau |caught| sebagai verba transitif. Ketransitifan verba tersebut menunjukkan pola monovalen karena hanya terdapat satu frasa nomina |the ball| sebagai objek yang menerangkan frasa nomina |the boys| sebagai subjek.
Quirk et al. (1992:336) mengemukakan sebuah kasus yang kompleks, yakni ketika serangkaian frasa secara bersamaan memodifikasi nomina inti yang sama, seperti pada kalimat berikut:
The girl in the armchair with the pretty legs
Struktur seperti ini perlu dibedakan dari penanaman frasa secara bertingkat, yakni ketika satu frasa berfungsi sebagai postmodifikator dalam komplemen preposisional dari frasa lainnya. Modifikasi ganda semacam ini menunjukkan prinsip ekonomi maksimal[18] dan keeksplisitan minimal, sehingga penting untuk menelaah struktur frasa nomina yang mengandung komplikasi semacam ini.
b. Modifikasi Kompleks: Struktur Bertingkat dalam Frasa Nomina
Modifikasi ganda dapat muncul melalui satu atau lebih kondisi, sebagaimana terlihat dalam The girl in the armchair with the pretty legs, yang dapat diurai menjadi:
(a) The girl who is in the armchair, dan
(b) The armchair which has the pretty legs.
Pada (a), artikel definit |the| berfungsi sebagai determinan sekaligus premodifikator nomina inti |girl|. Klausa relatif |who| membuka klausa terikat adverbial yang dimulai oleh verba kopulatif BE |is|, yang berperan sebagai predikator untuk frasa adverbial in the armchair. Frasa ini berfungsi sebagai komplemen dari nomina inti |girl| (monovalen), dan sekaligus menjadi post-modifikator-nya. Verba kopulatif BE |is| dalam (a) secara struktural dapat dihilangkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang dimaksud.
Sementara pada (b), klausa relatif |which| membuka klausa terikat transitif yang dimulai oleh verba |has|. Karena |has| adalah verba transitif, frasa nomina the pretty legs menjadi komplemen (monovalen) dari verba tersebut, yang sekaligus memodifikasi frasa nomina |the armchair|. Dengan demikian, dalam konstruksi gabungan (a) dan (b), kehadiran preposisi |with| dalam hubungan eksosentris[19] memungkinkan frasa the pretty legs memodifikasi frasa nomina |the armchair|. Selanjutnya, frasa nomina the armchair with the pretty legs berfungsi sebagai komplemen dari frasa nomina The girl in the armchair, sekaligus memodifikasinya.
c. Alternatif Pembacaan: Fokus pada Subjek Sentral
Kasus (a) dan (b) pun dapat dianalisis dengan mengurainya menjadi
(c) The girl who is in the armchair dan
(d) The girl who has the pretty legs
Artikel definit |the| berfungsi sebagai determinan dan premodifikator nomina inti |girl|. Klausa relatif |who| pada (c) membuka klausa terikat adverbial yang dimulai dengan verba kopulatif BE |is| sebagai predikator dan diteruskan dengan frasa |in the armchair| sebagai komplemen (monovalen) yang sekaligus bertindak sebagai modifikator nomina inti |girl|.
Pada (d), klausa relatif |who| membuka klausa terikat transitif yang dimulai oleh verba transitif |has| sebagai predikator, kemudian diikuti oleh frasa nominal |the pretty legs| sebagai komplemen monovalen dari frasa nomina |the girl|. Jadi, pada (c) dan (d), preposisi |in| membentuk hubungan eksosentris sebagai komplemen yang memodifikasi frasa nomina |the girl| melalui frasa nomina |the armchair|, sedangkan preposisi |with| juga berada dalam hubungan eksosentris sebagai komplemen frasa nomina |the pretty legs| yang memodifikasi frasa nomina |the girl|.
Bahasa Inggris mensyaratkan penggunaan artikel definit atau indefinit pada komplemen nomina yang dapat dihitung dalam relasi intensif[20]. Untuk referensi tak tentu, digunakan artikel indefinit dalam komplemen intensif seperti |was| dalam kalimat (35) yang menunjukkan relasi intensif dengan komplemen |a teacher| (frasa nomina dengan artikel indefinit) menerangkan subjek |she|. Verba |became| pada (36) mengindikasikan perubahan status subjek |he|, dengan komplemen |an engineer| yang menjelaskan hasil dari perubahan tersebut. Kalimat (37) menunjukkan verba|remained| mempertahankan status intensif yang sudah ada, dengan komplemen |a mystery| menjelaskan eksistensi atau karakter dari subjek |the weather|.
Komplemen kompleks-transitif dengan verba aktif seperti kalimat (38), verba aktif |found| diikuti oleh dua frasa nomina: |the solution| sebagai objek langsung dan |a challenge| sebagai komplemen objektif (komplemen kompleks-transitif) yang menjelaskan persepsi terhadap objek. Komplemen |a success| dalam kalimat (39) memberikan penilaian terhadap objek |her application|, menunjukkan struktur kompleks-transitif dengan verba |considered|. Struktur pasif dengan verba frasa |was looked upon| pada (40) membentuk relasi eksosentris, dan |a genius| adalah komplemen intensif yang menjelaskan status subjek |he|. Pada kalimat (41), frasa pasif |was taken for| menunjukkan persepsi atau pengandaian terhadap subjek |she|, dengan komplemen |a celebrity|. Kalimat (42), komplemen |a threat| menerangkan bagaimana subjek |the man| diposisikan secara sosial oleh verba pasif |was regarded|.
(35) She was a teacher.
(36) He became an engineer.
(37) The weather remained a mystery.
(38) They found the solution a challenge.
(39) The committee considered her application a success.
(40) He was looked upon as a genius.
(41) She was taken for a celebrity.
(42) The man was regarded as a threat.
Seluruh kalimat ini mematuhi skema sintaktik Bahasa Inggris yang mengharuskan kehadiran artikel (definit/indefinit) dalam frasa nomina yang menjadi komplemen, serta menunjukkan bahwa struktur komplemen dalam frasa nomina bisa berbentuk sederhana maupun kompleks, tergantung pada jenis verba yang digunakan (kopulatif, transitif, atau pasif kompleks-transitif).
d. Komplemen dalam Konstruksi Intensif dan Kompleks-Transitif
Komplemen intensif muncul dalam kalimat-kalimat di mana terdapat relasi koreferensial[21] antara subjek dan komplemen subjek:
(a) John was a mason
(b) John became a businessman
(c) John remained a microbiologist
Verba |was|, |became|, dan |remained| dalam kalimat-kalimat contoh (a), (b), dan (c) dengan komplemen subjek merupakan kopula (atau linking verb), yang secara makna bersifat netral tetapi berfungsi sebagai penghubung antara komplemen dan subjek. Ketaktergantungan terhadap makna kopula dapat diamati dalam relasi antara predikasi intensif dan premodifikasi (misalnya the man who is tall ~ the tall man) serta dalam komplemen objek pada tipe komplementasi kompleks-transitif seperti |found|, |considered|, |regarded| dibandingkan dengan |was looked| dan |was taken| seperti contoh (d), (e), (f) dan contoh berikutnya adalah (g), (h), dan (i).
(h) Mary found John a fool
(d) Mary considered John to be a genius
(e) Mary regarded John as an intellectual
(f) John was looked upon as a scientist
(g) John was taken to be a scholar
(h) John was taken for a linguist
Kopula tipikal yang bersifat netral adalah |BE|, yang mengekspresikan esensi (misalnya Sugar is sweet) atau sifat temporer (misalnya John is perplexed). Kopula lainnya, yang memiliki makna lebih intrinsik dibandingkan dengan |be|, terbagi ke dalam dua kelas utama: kopula keadaan sekarang(current) dan kopula hasil (resulting). Berikut adalah daftar kopula paling umum dari masing-masing kategori:
Tabel 3: Daftar Kopula Paling Umum
| Kopula Keadaan Sekarang (Current Copulas) | Kopula Hasil (Resulting Copulas) |
| appear (happy) | become (older) |
| feel (annoyed) | come (true) |
| lie (scattered) | get (ready) |
| look (dejected) | go (sour) |
| remain (uncertain) | grow (tired) |
| rest (assured) | fall (sick) |
| seem (restless) | run (wild) |
| smell (sweet) | turn (sour) |
| sound (surprised) | |
| stand (perplexed) | |
| taste (bitter) |
e. Rujukan Pasti (Definiteness) dan Peran Artikel
Rujukan pasti (definite reference) dalam bahasa Inggris membutuhkan penggunaan artikel definit. Perhatikan contoh berikut:
- John was the genius of the family
- Mary considered John the genius of the family
- John was looked upon as the genius of the family
Pada (a), frasa nomina the genius of the family menunjukkan rujukan pasti, yakni referensi terhadap individu tertentu yang dipahami sebagai satu-satunya |genius| dalam keluarga. Komplemen frasa nomina the genius of the family berfungsi sebagai komplemen subjek terhadap |John|, yang mengikuti verba penghubung (linking verb) |was|.
Struktur kalimat (a) terdiri atas subject |John| + linking verb |was| + noun phrase complement |the genius of the family|. Frasa ini memberikan identitas atau klasifikasi baru terhadap subjek |John|, yaitu bahwa |John| = |genius| dalam lingkup keluarga, dan karena merujuk pada entitas yang dapat diidentifikasi secara unik, maka bersifat definit melalui penggunaan artikel |the|.
Pada (b), digunakan pola verba |consider| yang diikuti oleh objek dan frasa nomina sebagai komplemen, tanpa menggunakan |as|, sesuai dengan kaidah sintaksis dalam bahasa Inggris. Komplemen frasa nomina the genius of the family berfungsi sebagai komplemen objek, yakni memberikan keterangan identitatif terhadap objek |John| setelah verba |considered|.
Struktur kalimat tersebut adalah: subject |Mary| + verb |considered| + object |John| + noun phrase complement |the genius of the family|. Frasa ini menetapkan identitas baru bagi objek |John|, yaitu bahwa |John| = si genius di dalam keluarga. Dalam pola ini, verba |consider| bersifat ditransitif[22] dan tidak memerlukan preposisi sebelum komplemen frasa nomina.
Pada (c), frasa verba |looked upon| memerlukan preposisi |as| untuk menghubungkan subjek |John| dengan peran atau status |the genius|. Tanpa |as|, kalimat menjadi ambigu karena |looked upon| seolah-olah langsung diikuti oleh objek |the genius|, padahal secara gramatikal harus berbentuk frasa preposisional |as…|, seperti dalam kalimat: John was looked upon as the genius of the family. Komplemen frasa nomina the genius of the family merupakan bagian dari komplemen preposisional dalam frasa preposisional as the genius of the family.
Struktur kalimat tersebut adalah: subject |John| + linking verb |was| + verb phrase |looked upon| + prepositional phrase |as the genius of the family|. Dalam frasa preposisional ini, unsur |as| berfungsi sebagai preposisi yang diikuti oleh komplemen frasa nomina the genius of the family. Preposisi |as| menghubungkan subjek dengan peran yang dinisbahkan kepadanya. Frasa nomina |the genius| bertindak sebagai komplemen wajib bagi preposisi |as|.
Ketiga contoh tersebut mengilustrasikan referensi pasti secara tepat. Frasa the genius of the family bersifat definit karena mengacu pada entitas yang diasumsikan unik dalam konteks kelompok tertentu, yakni |the family|. Gelar |genius| dipahami sebagai peran atau atribut yang hanya dimiliki oleh satu individu dalam kelompok tersebut, sehingga penggunaannya bersama artikel definit |the| menegaskan sifat referensial yang pasti — berbeda dengan bentuk indefinit |a genius| yang bersifat non-spesifik.
Artikel |the| dalam |the genius| diperlukan untuk mengaktualkan identifikasi tunggal tersebut. Dalam kalimat (a), frasa ini muncul sebagai komplemen subjek: struktur kalimatnya adalah subject |John| + linking verb |was| + noun phrase complement |the genius of the family|. Frasa ini berfungsi memberikan identitas baru kepada subjek |John|, yakni sebagai |the genius| di dalam keluarga.
Pada (b), struktur kalimat mengikuti pola verb + object + noun phrase complement: subject |Mary| + verb |considered| + object |John| + noun phrase complement |the genius of the family|. Frasa the genius of the family berperan sebagai komplemen objek |John|, yang berarti Mary menganggap John sebagai si jenius dalam keluarga. Penggunaan verba |consider| dalam struktur ini tidak memerlukan preposisi |as|, sehingga berbeda dengan (g).
Dalam (c), verba pasif |was looked upon| memerlukan frasa preposisional |as…| untuk menyambungkan subjek |John| dengan status atau peran |the genius|. Tanpa |as|, kalimat menjadi tidak gramatikal atau terasa tidak alami. Struktur kalimatnya adalah: subject |John| + passive verb phrase |was looked upon| + prepositional phrase |as the genius of the family|. Frasa preposisional ini terdiri atas preposisi |as| yang diikuti oleh komplemen frasa nomina the genius of the family. Preposisi |as| di sini wajib hadir untuk menghubungkan subjek dengan identitas atau peran yang disematkan kepadanya. Perlu dicatat bahwa bentuk |looked upon as| terasa agak arkaik atau kuno dalam pemakaian modern. Alternatif yang lebih alami dalam ragam kontemporer antara lain: John was regarded as the genius…, John was seen as the genius…, atau John was viewed as the genius…. Perbedaan struktur antara (b) yang menggunakan pola verb + object + complement dan (c) yang memakai konstruksi passive + prepositional phrase perlu ditegaskan untuk menghindari kebingungan dalam analisis gramatikal maupun interpretasi referensial.
f. Artikel Nol dalam Penamaan Jabatan (Naming Verbs)
Artikel zero atau nol (tanpa artikel) kerap digunakan dalam konstruksi dengan komplemen nomina setelah kopula atau verba yang menyatakan penamaan (naming verbs), seperti |appoint|, |declare|, dan |elect|, terutama ketika frasa nomina tersebut mengacu pada jabatan atau peran yang secara semantik bersifat unik dalam konteks tertentu. Fenomena ini dapat dilihat pada contoh berikut:
(a) John is (the) captain of the team;
(b) They elected Kennedy (the) President of the United States;
(c) Kennedy was elected (the) President of the United States.
Dalam (a), frasa captain of the team mengacu pada jabatan tunggal dalam suatu sistem organisasi — yakni hanya satu kapten dalam satu tim pada suatu waktu. Dalam struktur semacam ini, artikel pasti |the| bersifat opsional setelah kopula |is|. Kedua kalimat, John is captain of the team dan John is the captain of the team, dapat diterima secara gramatikal, meskipun terdapat perbedaan semantik halus: tanpa artikel, frasa nomina lebih menekankan fungsi atau peran institusional (functional role), sedangkan dengan artikel |the|, makna lebih berorientasi pada referensialitas spesifik. Seperti dijelaskan oleh Quirk et al. (1985, p. 265), penghilangan artikel pasti dalam konteks ini digunakan untuk “designating a unique role temporarily assigned to someone”.
Pada contoh (b) dan (c), verba |elect| sebagai bagian dari complex-transitive verb construction mengizinkan penghilangan artikel pasti ketika objek kedua (komplemen) adalah jabatan atau posisi unik. Huddleston & Pullum (2002, pp. 261–262) menjelaskan bahwa dalam struktur semacam ini, frasa nomina yang menunjukkan peran formal, gelar, atau jabatan tidak memerlukan artikel jika konteksnya cukup untuk menyiratkan keunikan referensinya, sebagaimana dalam They appointed her chair of the committee atau They declared him winner of the match. Ketika digunakan dalam bentuk pasif seperti pada (f), penghilangan artikel juga tetap lazim, karena struktur pasif mewarisi fungsi sintaktis dan semantik dari bentuk aktifnya.
Dengan demikian, kehadiran atau penghilangan artikel dalam konstruk ini bukan semata-mata persoalan gramatikal, tetapi berkaitan erat dengan faktor semantik-pragmatik: status keunikan, institusionalitas, dan idiomatikalitas dalam penggunaannya.
Dalam contoh (b), struktur kalimat They elected Kennedy (the) President of the United States mencerminkan penggunaan artikel zero setelah naming verb |elect|. Frasa President of the United States di sini mengacu pada jabatan yang secara semantik bersifat unik — hanya ada satu Presiden dalam satu masa jabatan. Oleh karena itu, artikel pasti |the| menjadi opsional: baik They elected Kennedy President… maupun They elected Kennedy the President… dapat diterima secara gramatikal, namun dengan perbedaan nuansa makna. Seperti dijelaskan oleh Quirk et al. (1985, p. 265), bentuk tanpa artikel cenderung lebih menekankan aspek penetapan peran atau jabatan (functional designation), sedangkan bentuk dengan artikel lebih berfokus pada pengidentifikasian individu dalam jabatan tersebut (referential identification).
Dalam contoh (c), yaitu Kennedy was elected (the) Presidents of the United States, terdapat dua kesalahan utama. Pertama, bentuk jamak |Presidents| tidak sesuai karena bertentangan dengan status jabatan tunggal yang dimaksud; bentuk yang benar adalah |President|. Kedua, dalam konstruksi pasif seperti |was elected|, keberadaan preposisi |as| menjadi penting terutama ketika artikel pasti |the| digunakan. Berdasarkan penjelasan Huddleston dan Pullum (2002, pp. 262–263), terdapat dua pola gramatikal yang dianggap alami: 1) tanpa artikel dan tanpa preposisi: Kennedy was elected President of the United States — penekanan pada jabatan sebagai fungsi institusional; 2) dengan artikel dan preposisi |as|: Kennedy was elected as the President of the United States — penekanan pada pengidentifikasian jabatan secara referensial.
Sebaliknya, bentuk Kennedy was elected the President… tanpa preposisi |as| terdengar kurang alami dalam register formal, meskipun kadang muncul dalam tuturan informal. Hal ini menunjukkan bahwa artikel pasti |the| dalam bentuk pasif dari naming verbs seperti |elect|, |appoint|, dan |declare| umumnya memerlukan preposisi |as| untuk menjaga kelancaran sintaksis dan kejelasan semantik (Quirk et al., 1985; Huddleston & Pullum, 2002). Dengan analisis di atas, pemahaman terhadap struktur frasa nomina yang kompleks seperti ini menjadi penting dalam analisis sintaksis, terutama untuk menghindari ambiguitas dalam interpretasi dan untuk mengidentifikasi hubungan hirarkis antar unsur modifikator.
6. Kelompok Pronomina
Pronomina personal subjektif dapat berfungsi sebagai komplemen subjek, yaitu nomina atau pronomina yang diikat oleh verba kopula (linking verb) dan memiliki referen yang sama dengan subjek kalimat. Misalnya, dalam kalimat: It was she on the phone, verba bantu |was| berfungsi sebagai kopula, yang menghubungkan subjek |it| dengan komplemen subjek |she|. Meskipun secara bentuk gramatikal |it| adalah subjek permukaan, secara semantik referennya sama dengan |she| — yaitu orang yang sedang menelepon. Dalam hal ini, pronomina |she| berfungsi sebagai komplemen subjek (subjective complement), yakni unsur yang memberi penamaan ulang (renaming) atau penjelasan identitas terhadap subjek kalimat.
Menurut Huddleston dan Pullum (2002, p. 257), pronomina dalam bentuk nominatif (misalnya |I|, |he|, |she|) memang digunakan sebagai komplemen subjek dalam konstruksi formal, terutama setelah kopula |be|: contoh lain adalah This is he atau It is I. Walaupun dalam bahasa Inggris lisan modern bentuk akusatif seperti |me| atau |him| juga sering muncul (mis. It was me), bentuk nominatif tetap dianggap lebih baku dalam register formal.
Secara struktur, relasi semantik antara subjek dan komplemen ini disebut sebagai relasi koreferensial, karena keduanya merujuk pada entitas yang sama (Quirk et al., 1985, p. 1178). Dalam konstruksi seperti ini, linking verb seperti |be|, |seem|, atau |become| bukanlah verba transitif, melainkan penghubung relasional yang menyamakan atau mengidentifikasi subjek dengan komplemennya. Pronomina subjek yang digunakan sebagai komplemen subjek untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang subjek dapat ditempatkan dalam kalimat uji berikut: The superhero was …. Dalam kalimat uji ini, |superhero| adalah subjek, dan pronomina subjek berfungsi untuk memberitahukan siapa sang superhero itu.
(43) The superhero was I
(44) The superhero was you
(45) The superhero was he
(46) The superhero was she
(47) The superheroes were we
(48) The superheroes were they
(49) The superhero was it
Kalimat-kalimat yang mengandung linking verb (verba kopula) memungkinkan adanya permutasi posisi antara subjek dan komplemen subjek tanpa mengubah makna dasar. Contohnya, kalimat (43) dapat dibalik menjadi I was the superhero dan demikian pula untuk (44) sampai (49). Kedua kalimat tersebut mempertahankan makna yang sama karena kopula |was| menghubungkan dua unsur yang merujuk pada entitas yang identik secara semantik. Dalam konstruksi ini, tidak ada tindakan yang terjadi; verba |be| hanya bertindak sebagai penghubung antara subjek dan komplemennya (komplemen subjek).
Linking verbs seperti |be|, |become|, dan |seem| termasuk dalam kelas verba yangtidak menunjukkan aksi atau perbuatan, melainkan menyatakan keadaan atau identitas. Quirk et al. (1985, p. 1171) menyebut bahwa verba |be| adalah kopula utama(primary copula) yang bersifat non-aksiomatis — artinya, ia tidak membawa makna aksi, tetapi hanya berfungsi sebagai penghubung gramatikal antara subjek dan predikat nomina, adjektiva, atau frasa preposisional.
Contoh kalimat berikut mengilustrasikan peran kopula: Brandon is a gifted athlete. Subjek |Brandon| dihubungkan dengan komplemen subjek a gifted athlete melalui kopula |is|. Kalimat The winner was he menunjukkankopula |was| menghubungkan |The winner| dan |he| yang merujuk pada entitas yang sama.
Dalam kasus seperti ini, bentuk pronomina yang mengikuti kopula secara formal menggunakan kasus nominatif[23], yaitu |I|, |he|, |she|, bukan bentuk objektif seperti |me| atau |him|. Meskipun dalam ragam lisan It was me sering digunakan, bentuk It was I lebih tepat untuk ragam formal, sebagaimana ditegaskan oleh Huddleston & Pullum (2002) dan Quirk et al. (1985).
Meskipun tata bahasa preskriptif[24] mensyaratkan pronomina subjektif sebagai komplemen, dalam praktik linguistik kontemporer, penggunaan pronomina objektif e.g., |me|, |him|, |us| lebih dominan dalam konteks informal:
Preskriptif (Formal): It was she who called.
Deskriptif (Informal): It was her who called.
Randolph Quirk (1985) menjelaskan bahwa bentuk objektif seperti It’s me telah diterima secara luas dalam bahasa lisan bahkan tulisan non-formal karena alasan keselarasan fonologis (bentuk pronominal objektif |me| lebih pendek dan natural). Sementara Huddleston & Pullam (2002) dalam The Cambridge Grammar of the English Language menyatakan bahwa penggunaan objektif dalam komplemen subjek telah menjadi standar baru dalam ragam percakapan.
Tabel 4: Daftar Verba Kopulatif Utama
| Verba Kopulatif | Contoh Penggunaan |
| be (is, am, are, was, were) | It was they who solved it. |
| Become | The leader became he. |
| Seem | The culprit seems she. |
Preskriptivis (e.g., Strunk & White) mempertahankan aturan tradisional: komplemen subjek wajib menggunakan pronomina subjektif. Deskriptivis (e.g., David Crystal) menekankan bahwa bahasa berkembang dinamis. Data korpus menunjukkan penggunaan pronomina objektif dalam komplemen subjek telah melembaga dan tidak mengganggu komunikasi. Dalam ujian atau penulisan formal, gunakan pronomina subjektif. Dalam percakapan sehari-hari, penggunaan objektif lebih wajar dan tidak dianggap kesalahan.
C. Komplemen Berdasarkan Jenis Klausa
1. Klausa Subordinatif
Penjelasan berikut ini menyajikan uraian komprehensif mengenai klausa subordinatif, baik finite maupun non-finite[25] (juga disebut indefinite dalam beberapa referensi), yang berfungsi sebagai komplemen dalam struktur gramatikal bahasa Inggris. Paparan ini disusun berdasarkan pendekatan sintaksis dan semantis dalam teori linguistik modern sebagaimana dikemukakan dalam The Cambridge Grammar of the English Language (Huddleston & Pullum, 2002) serta A Comprehensive Grammar of the English Language (Quirk et al., 1985). Sebelum membahas lebih jauh karakteristik dan fungsi klausa-klausa tersebut, penting untuk mengulas secara ringkas konsep dasar klausa subordinatif dan komplemen dalam kerangka sintaksis.
Klausa subordinatif, atau klausa bawahan, merupakan jenis klausa dependen yang tidak memiliki kemandirian struktural sebagai kalimat utuh. Dalam konteks gramatikal, klausa subordinatif—baik yang berupa klausa finite (dengan subjek dan predikat terkonjugasi) maupun klausa non-finite (yang tidak menunjukkan konjugasi waktu dan sering kali tanpa subjek eksplisit)—dapat menempati fungsi komplemen. Komplemen ini secara sintaktis dan semantis diperlukan untuk melengkapi makna dari konstituen utama, seperti verba, adjektiva, atau nomina. Secara umum, kategori komplemen mencakup: komplemen verba (verb complement), komplemen adjektiva (adjective complement), dan komplemen nomina (noun complement).
a. Komplemen Verba
1) Komplemen Verba Klausa Finite
Komplemen verba dapat berbentuk klausa yang diperkenalkan oleh konjungsi subordinatif seperti |that|, |whether|, |if|, dan lainnya. Klausa jenis ini termasuk dalam kategori finite karena memuat subjek eksplisit dan verba dengan bentuk waktu tertentu. Dalam banyak kasus, klausa-klausa ini melengkapi verba yang menyatakan proses kognitif, keyakinan, atau sikap afektif penutur. Verba seperti |believe|, |know|, dan |think| sering disertai oleh klausa komplemen yang mengungkapkan isi pemikiran, sedangkan verba seperti |regret| atau |acknowledge| mengarahkan pada proposisi yang dianggap benar atau telah terjadi. Dengan demikian, klausa finite ini tidak hanya berfungsi sebagai komplemen secara sintaksis, tetapi juga menyampaikan muatan proposisional secara penuh (Celce-Murcia & Larsen-Freeman, 1999; Huddleston & Pullum, 2002). Pada (50) – (56), komplemen klausa finite diawali |that|; (57) – (61) diawali |whether|; dan (62) – (66) diawali |if|.
(50) I think that we should take another route.
(51) We know that the Earth revolves around the Sun.
(52) He acknowledges that mistakes were made.
(53) They confirmed that the shipment had arrived.
(54) The teacher realized that the students weren’t paying attention.
(55) He admitted that he had broken the vase.
(56) The scientist proved that water boils at 100°C.
(57) I don’t know whether she will come or not.
(58) He asked whether it was necessary to attend the meeting.
(59) They’re discussing whether the project is feasible.
(60) She couldn’t decide whether she wanted coffee or tea.
(61) We’re unsure whether the event will be postponed.
(62) He wondered if she had received his message.
(63) I’m not sure if this solution will work.
(64) She asked if we had already eaten.
(65) They want to know if the deadline can be extended.
(66) The manager inquired if the report had been submitted.
Dalam beberapa konstruksi, kata penghubung seperti |that| yang memperkenalkan klausa komplemen dapat dihilangkan tanpa mengganggu struktur kalimat, terutama dalam bentuk lisan atau informal. Misalnya, kalimat I believe he is innocent tetap dapat diterima secara gramatikal meskipun kata |that| tidak ditampilkan secara eksplisit. Sebaliknya, konjungsi seperti |whether| dan |if| tidak dapat dipertukarkan sepenuhnya karena perbedaan dalam distribusi sintaksis dan nuansa ragam bahasa. Dalam situasi formal atau ketika mengacu pada dua pilihan yang eksplisit, |whether |cenderung lebih tepat digunakan, seperti pada:
(A) I don’t know whether she is coming or not
dibandingkan dengan bentuk informal:
(B) I don’t know if she is coming or not.
Dalam kajian sintaksis modern, klausa yang diperkenalkan oleh konjungsi seperti |that|, |if|, dan |whether| lazimnya menempati posisi sebagai komplemen dari verba yang mengandung makna mental atau kognitif, seperti |believe| dan |know|. Pendekatan struktural menganggap klausa tersebut sebagai bagian dari argumen verba utama, khususnya sebagai objek kalimat. Dalam teori tata bahasa generatif, klausa komplemen ini dapat diklasifikasikan sebagai complementizer phrases (CP) yang menunjukkan relasi subordinatif dan secara sintaktis berperan sebagai konstituen penuh dalam kalimat. Sementara itu, Quirk et al. (1985) mengidentifikasi bahwa klausa yang diperkenalkan oleh |that|, |if|, dan |whether| merupakan bentuk yang khas dalam konstruksi yang mengandung mental process verbs, yakni verba yang menandai proses kognitif atau sikap mental penutur.
Klausa tipe finite umumnya tidak muncul secara langsung di posisi subjek dalam bahasa Inggris modern, kecuali dengan mekanisme struktur it-extraposition, seperti dalam kalimat It is obvious that he lied. Sebaliknya, klausa non-finite—terutama yang berbentuk to-infinitive—sering kali mengandung subjek yang tidak dinyatakan secara eksplisit, melainkan dikendalikan oleh elemen lain dalam kalimat. Sebagai contoh, dalam kalimat She asked him to leave, subjek dari verba infinitive to leave dipahami sebagai |him|. Sementara itu, klausa gerund memiliki fleksibilitas struktural yang memungkinkan penggunaannya di posisi subjek, seperti dalam Smoking is dangerous.
Perlu diperhatikan pula tentang analisis urutan grammatikal tentang komplemen klausa finite, komplemen klausa to-infinitive dan gerund clause.
Tabel 5: Posisi Komplemen Klausa Finite, Komplemen Klausa To-infinitive dan Gerund clause dalam Kalimat
| Tipe Komplemen | Posisi | Contoh |
| Klausa Finite | Langsung setelah verba/adj/nomina | We confirmed [that it was true] |
| Klausa To-Infinitive | Langsung setelah verba/adj | He promised [to help us] |
| Klausa Gerund | Setelah preposisi/verba tertentu | She avoids [eating meat] |
Perbedaan krusial menurut linguistik bahwa klausa finitemenunjukkan realitas faktual (Quirk et al., 1985): I know [that water boils at 100°C] (fakta). Klausa non-finitemenunjukkan potensialitas/tindakan hipotetis (Huddleston & Pullum, 2002): She wants [to travel to Mars] (tindakan belum terjadi).
Contoh Kesalahan Umum:Mengacaukan finite dan non-finite, seperti *He suggested [her to apply] seharusnya He suggested [that she apply] (finite) atau He suggested [applying] (non-finite gerund). Menghilangkan subordinator padaklausafinite, seperti *I know [he is right] seharusnya I know [that he is right] (formal). (Pada informal English,|that|boleh dihilangkan, tetapi secara struktural tetap klausa finite. Klausa finitesecara gramatikal lebih independen karena memiliki tense dan mood, sementara klaua non-finitebergantung pada verba utama untuk interpretasi waktu dan subjeknya. Keduanya menjadi komplemen dengan menjalankan fungsi proposisional (mengungkapkan gagasan lengkap) dalam batasan sintaksis predikator utama.”– Adaptasi dari Cambridge Grammar of the English Language (Huddleston & Pullum, 2002).
2) Komplemen Verba Klausa Non-finite
Komplemen dalam bentuk klausa non-finite merujuk pada struktur yang tidak menunjukkan konjugasi waktu (tense) secara eksplisit dan sering kali juga tidak menyatakan subjek secara langsung. Klausa jenis ini biasanya dibentuk melalui konstruksi to-infinitive atau gerund dan bertindak sebagai komplemen dari verba utama dalam kalimat. (Lihat Huddleston & Pullum, 2002, hlm. 1224).
Jenis verba yang dapat diikuti oleh klausa non-finite sangat bervariasi, tergantung pada makna leksikal dan kebutuhan valensi verba tersebut. Berdasarkan distribusinya, dapat diidentifikasi tiga kelompok utama: 1) verba keinginan dan harapan, seperti |want|, |hope|, |expect|, dan |wish| yang ditunjukkan pada kalimat contoh (67) sampai (74); 2) verba pilihan dan keputusan, seperti |decide|, |choose|, |agree|, dan |refuse| yang ditunjukkan pada kalimat contoh (75) sampai (80); 3) verba anjuran dan izin, seperti |allow|, |permit|, |encourage|, |advise|, struktur komplemen umumnya mencakup objek dan to-infinitive, seperti ditunjukkan pada kalimat contoh (81) sampai (86).
Sementara itu, penggunaan gerund clauses biasanya mengikuti verba yang mengekspresikan preferensi, kebiasaan, atau penghindaran. Hal ini ditunjukkan pada contoh kalimat (87) sampai (96).
Secara sintaksis, klausa non-finite ini berperan sebagai objek internal yang memperluas struktur kalimat dan mencerminkan hubungan semantis antara pelaku dan tindakan yang dirujuk. Subjek dari klausa non-finite umumnya dipahami melalui kontrol semantik oleh subjek atau objek verba utama. Dalam beberapa kasus, ketidakhadiran subjek eksplisit tidak mengganggu kejelasan karena sudah tersirat dalam konteks. (Lihat Quirk et al., 1985, hlm. 1185–1192; Celce-Murcia & Larsen-Freeman, 1999, hlm. 644–649) Perbedaan dengan klausa finite tampak jelas pada aspek waktu, subjek, dan mood. Klausa finite menandakan kejadian aktual dan berdiri secara independen dalam hal waktu dan struktur, sedangkan klausa non-finite bergantung pada elemen lain untuk interpretasinya. Oleh karena itu, pemilihan antara klausa finite dan non-finite berkaitan erat dengan gaya pengungkapan, fokus informasi, dan kecermatan sintaktik.
(67) She wants to learn French.
(68) They hope to win the championship.
(69) I expect to hear from him soon.
(70) He intends to start his own business.
(71) We plan to travel to Europe next year.
(72) The team aims to improve their performance.
(73) The child wishes to visit the zoo.
(74) She decided to stay at home.
(75) They agreed to work together on the project.
(76) He refused to answer the question.
(77) I chose to take the later flight.
(78) He promised to be there on time.
(79) She volunteered to help with the event.
(80) We resolved to change our habits.
(81) The teacher allowed the students to leave early.
(82) They permitted us to enter the building.
(83) The manager encouraged him to apply for the position.
(84) She advised me to take the medicine regularly.
(85) The company requires all employees to wear ID badges.
(86) The doctor recommended her to get more rest.
(87) I enjoy reading historical novels.
(88) They suggested going by train.
(89) He avoided talking about politics.
(90) She admitted breaking the vase.
(91) We discussed opening a new branch.
(92) He considered quitting his job.
(93) She kept asking the same question.
(94) They denied cheating on the test.
(95) I appreciate having your support.
(96) The project involves collaborating with multiple teams.
Kesimpulan untuk komplemen verba, khususnya mengenai klausa finite dan non-finite sebagai komplemen verba dalam struktur sintaksis bahasa Inggris adalah komplemen ini berfungsi melengkapi arti dari verba utama. Klausa finite maupun non-finite, masing-masing memiliki karakteristik struktural dan distribusional yang berbeda namun berfungsi pada posisi yang serupa, yaitu sebagai objek atau komplemen proposisional dari verba utama.
Klausa finite ditandai dengan kehadiran subjek eksplisit dan verba terkonjugasi, serta biasanya diperkenalkan oleh subordinator seperti |that|, |whether|, atau |if|. Klausa ini sering muncul setelah verba kognitif (mental verbs) dan faktif, seperti |believe|, |know|, |think|, |regret|, dan |acknowledge|. Fungsinya adalah untuk menyatakan fakta atau keyakinan, sehingga memiliki status realitas yang tinggi. Dalam ragam formal, kehadiran subordinator |that| penting untuk kejelasan sintaksis, sementara |if| dan |whether| memiliki perbedaan nuansa dan distribusi yang harus diperhatikan secara pragmatik.
Klausa non-finite tidak memiliki subjek eksplisit dan verba yang terkonjugasi. Jenis ini meliputi to-infinitive clauses dan gerund clauses, yang dipakai sesuai dengan jenis verba utama, yaitu 1) to-infinitive digunakan setelah verba seperti |want|, |hope|, |decide|, |allow|, yang mencerminkan harapan, keputusan, atau izin; 2) gerund clause lebih umum setelah verba seperti |enjoy|, |avoid|, |admit|, |suggest|, yang berkaitan dengan preferensi atau kebiasaan.
Klausa non-finite mencerminkan tindakan hipotetis atau potensial, dan keberadaannya sering menunjukkan bahwa subjeknya terkontrol oleh unsur lain dalam kalimat (biasanya subjek atau objek dari verba utama).
Distribusi dan perbandingannya, klausa finite tidak dapat menjadi subjek kalimat secara langsung tanpa mekanisme it-extraposition, misalnya:
It is obvious [that he lied].
Sebaliknya, gerund clause dapat menempati posisi subjek secara langsung:
[Smoking] is dangerous.
Secara semantik, klausa finite mengungkapkan kenyataan aktual, sedangkan klausa non-finite mengindikasikan niat, kemungkinan, atau preferensi yang belum terjadi. Implikasinya dalam sintaktik, analisis klausa komplemen—baik finite maupun non-finite—menunjukkan bagaimana struktur kalimat Inggris mendukung fleksibilitas dalam menyampaikan proposisi dan sikap penutur. Perbedaan antara klausa ini penting untuk dipahami dalam konteks valensi verba, kontrol subjek, dan interpretasi temporal, yang semuanya menentukan kegramatikalan dan kejelasan pesan dalam komunikasi.
b. Komplemen Adjektiva
Komplemen adjektiva merujuk pada frasa atau klausa yang secara semantis dan sintaktis berfungsi melengkapi makna dari suatu adjektiva, terutama ketika adjektiva tersebut digunakan dalam posisi predikatif. Unsur pelengkap ini bersifat esensial dalam banyak konteks karena tanpa kehadirannya, makna adjektiva sering kali menjadi tidak lengkap atau ambigu secara proposisional. Misalnya, adjektiva seperti |certain|, |sure|, |afraid|, |aware|, |glad|, dan |sorry| secara umum membutuhkan penjelas tambahan tentang situasi atau peristiwa yang dimaksud.
Secara struktural, komplemen adjektiva dapat berbentuk klausa finite, yaitu klausa yang memiliki subjek eksplisit dan verba yang terkonjugasi, maupun klausa non-finite, seperti bentuk to-infinitive yang tidak menyatakan waktu secara langsung dan biasanya tidak menampilkan subjek secara eksplisit. Menurut Quirk et al. (1985), sejumlah besar adjektiva secara gramatikal memang mengharuskan adanya pelengkap agar kalimat menjadi lengkap dan dapat diterima secara sintaktis. Di sisi lain, Huddleston dan Pullum (2002) membedakan antara komplemen internal—yakni yang secara langsung melekat pada adjektiva seperti to-infinitive clause atau that-clause—dan komplemen eksternal seperti frasa nomina yang memberikan informasi tambahan tetapi tidak membentuk satuan struktural inti dari predikat adjektiva tersebut.
1) Komplemen Adjektiva Klausa Finite
Klausa finite merupakan jenis klausa yang memiliki subjek eksplisit dan verba yang terkonjugasi sesuai waktu (tense). Dalam kerangka komplemen adjektiva, klausa semacam ini biasanya diawali oleh subordinator seperti |that|, dan membentuk struktur sintaktis umum: subject + linking verb + adjective + that + clause. Contoh umum dari pola ini adalah kalimat: I am sure that she will come.
Penggunaan klausa finite sebagai pelengkap adjektiva sangat lazim ditemukan dalam gaya bahasa formal, termasuk tulisan akademik, karena memberikan kejelasan proposisional terhadap sikap, keyakinan, atau evaluasi yang dinyatakan oleh adjektiva tersebut. Klausa yang mengikuti adjektiva dalam struktur ini berfungsi sebagai unit proposisional yang menjelaskan secara lengkap apa yang diyakini, dirasakan, atau dinyatakan oleh subjek.
(97) She is certain that he will come.
(98) I’m sure that they understand the rules.
(99) We are afraid that the plan might fail.
(100) He is aware that something is wrong.
Komplemen adjektiva juga dapat berbentuk klausa non-finite, yaitu klausa yang tidak menandai waktu (tense) secara eksplisit dan umumnya tidak memiliki subjek yang diungkapkan secara gramatikal. Klausa jenis ini sering hadir dalam bentuk to-infinitive dan biasa mengikuti adjektiva yang menyatakan sikap, kemungkinan, atau niat.
Struktur umum dari pola ini dapat dirumuskan sebagai: subject + linking verb + adjective + to-infinitive clause. Contoh kalimat: She was happy to help us. Dalam konstruksi ini, to help us melengkapi adjektiva |happy| dengan menjelaskan kondisi atau tindakan yang menjadi sumber emosi tersebut.
Klausa non-finite sebagai komplemen adjektiva memberikan fleksibilitas dalam menyatakan proposisi tanpa terikat pada waktu tertentu, serta memungkinkan ekspresi yang lebih ringkas namun tetap informatif. Beberapa adjektiva yang umum menerima to-infinitive clauses sebagai pelengkap antara lain: |happy|, |eager|, |reluctant|, |ready|, |willing|, dan lainnya seperti pada kalimat-kalimat berikut:
(101) It is important [to study hard].
(102) It is difficult to understand this concept.
(103) That book is easy to read.
(104 It was dangerous to go out alone at night.
(105) It is necessary to submit the report on time.
c. Komplemen Nomina
Dalam struktur frasa nomina, komplemen berfungsi untuk melengkapi makna nomina inti dan membentuk satuan proposisional yang utuh. Tidak seperti modifikator yang bersifat opsional, komplemen nomina merupakan elemen yang secara semantis diperlukan oleh kata benda tertentu, terutama nomina yang secara leksikal membawa makna proposisional atau konseptual, seperti |claim|, |fact|, |idea|, dan |belief|.
Komplemen frasa nomina dapat berbentuk klausa relatif, frasa preposisional, atau klausa komplemen yang menjelaskan lebih lanjut isi atau objek yang diasosiasikan dengan nomina tersebut. Sebagai contoh, dalam frasa the idea that language shapes thought, klausa that language shapes thought berfungsi sebagai komplemen dari nomina |idea|—memberikan informasi esensial yang menjelaskan isi dari gagasan tersebut.
Menurut Huddleston dan Pullum (2002), komplemen dalam frasa nomina umumnya berada dalam posisi post-nominal dan sering kali tidak dapat dihilangkan tanpa merusak kelengkapan makna frasa secara keseluruhan. Hal ini membedakannya dari modifikator seperti adjektiva atau frasa adverbial yang bersifat fakultatif. Selain itu, Quirk et al. (1985) mencatat bahwa komplemen frasa nomina memainkan peran penting dalam konstruksi kalimat yang mengekspresikan hubungan identitas, status, atau proposisi yang menjadi pokok pembicaraan, sehingga kehadirannya bersifat fungsional dan terikat pada jenis nomina yang digunakan.
1) Komplemen Nomina Klausa Finite
Klausa finite adalah klausa yang memiliki subjek eksplisit dan verba yang menunjukkan waktu (tense) secara gramatikal. Dalam konteks sebagai komplemen nomina, klausa jenis ini biasanya diperkenalkan oleh konjungsi subordinatif seperti |that|, |whether|, atau |if|, dan berfungsi untuk menyampaikan isi proposisional yang melekat pada nomina abstrak sebelumnya. Nomina-nomina seperti |fact|, |belief|, |statement|, dan |possibility| sering kali memerlukan klausa pelengkap semacam ini guna menyatakan apa yang diyakini, disampaikan, atau dipertimbangkan.
Secara struktural, konstruksi tersebut mengikuti pola umum: noun + that/whether/if + finite clause, seperti dalam contoh: The belief that she is innocent remained strong. Dalam kalimat ini, klausa that she is innocent melengkapi nomina belief, dan menyampaikan proposisi yang menjadi isi keyakinan tersebut. Contoh lainnya seperti tampak pada (106) – (111). Huddleston dan Pullum (2002) menegaskan bahwa klausa-klausa semacam ini termasuk dalam kategori komplemen internal (internal complements), karena secara semantis bersifat wajib dan membentuk unit konstituen dengan nomina yang didahuluinya. Sementara itu, Quirk et al. (1985) menambahkan bahwa banyak nomina turunan dari verba kognitif atau mental secara alami memerlukan klausa pelengkap untuk mengungkapkan makna yang tersirat dalam bentuk dasarnya.
2) Komplemen Nomina Klausa Non-Finite
Komplemen nomina juga dapat berbentuk klausa non-finite, yaitu klausa yang tidak menunjukkan tense secara eksplisit dan sering kali tidak memiliki subjek gramatikal yang dinyatakan secara langsung. Bentuk non-finite yang umum digunakan dalam fungsi ini adalah to-infinitive clauses, seperti dalam frasa the decision to postpone the meeting. Pada contoh tersebut, to postpone the meeting melengkapi nomina decision dengan menjelaskan tindakan atau isi keputusan tersebut.
Klausa non-finite sebagai pelengkap nomina biasanya mengikuti nomina abstrak yang berakar dari verba seperti |plan|, |attempt|, |desire|, |failure|, dan |effort|. Fungsi utamanya adalah untuk menyampaikan maksud, tujuan, atau isi dari entitas nominal tersebut tanpa menyatakan waktu secara spesifik. Hal ini di tampakkan pada contoh kalimat (112) – (118).
Huddleston dan Pullum (2002) mengklasifikasikan struktur ini sebagai bentuk komplemen yang dapat muncul dalam posisi post-nominal, dan membentuk satuan konstituen bersama nomina. Dalam pandangan mereka, klausa to-infinitive bukan sekadar penjelas tambahan, melainkan bagian integral dari struktur argumentatif nomina. Serupa dengan itu, Quirk et al. (1985) menunjukkan bahwa frasa nominal seperti his failure to respond atau her ambition to succeed menunjukkan bagaimana struktur non-finite berperan penting dalam menyampaikan makna proposisional dari nomina yang bersangkutan.
(102) His dream of becoming a pilot came true.
(103) We discussed the possibility of moving abroad.
(104) She has a strong desire to succeed.
(105) The plan for expanding the school was approved.
(106) Her interest in studying linguistics is growing.
(107) They appreciated the chance of meeting the author.
(109) The story about surviving the flood was inspiring.
Tabel 6: Perbandingan Fungsi Semantis
| Jenis Klausa | Ciri Utama | Fungsi Semantis |
| Finite Clause | Memiliki subjek dan verba terbatas (tense) | Menyatakan isi dari suatu ide atau pernyataan |
| Non-Finite Clause | Berbentuk gerund atau to-infinitive | Menyatakan kegiatan, keinginan, rencana, atau pengalaman |
Dengan analisis komplek seperti di atas,kompelemen nomina finitebiasanya menjawab pertanyaan “apa yang dipercayai, diklaim, diketahui, dll.”Komplemen nomina non-finitemenjawab pertanyaan “apa tujuan, rencana, keinginan, pengalaman seseorang.”Dalam banyak kasus, pemilihan antara klausa finite dan non-finite tergantung pada jenis nomina utama dan gaya bahasa (formal/informal).Quirk et al. (1985) dalam A Comprehensive Grammar of the English Language menjelaskan bahwa komplemen nomina memiliki fungsi sintaktis yang mirip dengan komplemen clausa pada verba dan adjektiva, namun biasanya lebih spesifik untuk nomina yang menunjukkan mental atau proposisional content.Huddleston & Pullum (2002) membedakan antara komplemen (wajib) dan modifikator (opsional) dalam struktur frasa nomina. Komplemen nomina bersifat integral terhadap makna nomina utama.
D. Komplemen vs. Modifikator dalam Struktur Nomina
Dalam analisis sintaksis, sangat penting untuk membedakan antara komplemen nomina dan modifikator nomina (noun modifier), karena keduanya memiliki fungsi gramatikal dan relasi semantis yang berbeda terhadap nomina inti (head noun).
Dalam analisis struktur frasa nomina, penting untuk membedakan antara komplemen dan modifikator, karena keduanya menempati posisi post-nominal tetapi memiliki peran sintaktis dan semantis yang berbeda. Komplemen merupakan unsur wajib secara semantis bagi nomina tertentu dan menyampaikan proposisi atau informasi inti yang dikandung oleh nomina tersebut. Sebaliknya, modifikator bersifat opsional dan hanya memberikan informasi tambahan seperti kualitas, kuantitas, atau atribut deskriptif lainnya.
Misalnya, dalam frasa the claim that he was innocent, klausa that he was innocent berfungsi sebagai komplemen dari |claim|, karena ia menyampaikan isi proposisional dari klaim tersebut dan tidak dapat dihilangkan tanpa mengganggu kelengkapan makna. Sementara dalam frasa seperti the girl with the red dress, frasa preposisional with the red dress berfungsi sebagai modifikator karena hanya memberi atribut tambahan terhadap nomina |girl| dan dapat dihapus tanpa mengubah esensi referensial dasar.
Menurut Huddleston dan Pullum (2002), perbedaan utama antara komplemen dan modifikator terletak pada keterikatan semantis terhadap nomina inti. Komplemen menunjukkan hubungan argumen yang erat dan sering kali diperlukan secara gramatikal, sedangkan modifikator memiliki peran deskriptif yang lebih longgar dan dapat ditambahkan atau dihilangkan tanpa mempengaruhi keutuhan struktur proposisional. Quirk et al. (1985) menambahkan bahwa modifikator cenderung memiliki fleksibilitas posisi, baik sebelum maupun setelah nomina, sedangkan komplemen biasanya hanya muncul setelah nomina dan memiliki pola tertentu yang konsisten secara sintaksis.
Kriteria pembedaan komplemen dan modifikator (berdasarkan Huddleston & Pullum, 2002) seperti tampak pada Tabel 7:
Tabel 7:
| Kriteria | Komplemen | Modifikator |
| Diperlukan secara semantic | Ya | Tidak |
| Menyampaikan proposisi atau konten konseptual | Ya | Tidak selalu |
| Dapat dihapus tanpa kehilangan makna utama | Tidak | Ya |
| Sering dikendalikan oleh jenis nomina (verbal noun) | Ya | Tidak |
| Posisi dalam struktur frasa nomina | Cenderung dekat dengan head noun | Lebih fleksibelE, |
E. Penutup: Kesimpulan Umum
Pembahasan mengenai komplemen dalam sintaksis bahasa Inggris membuktikan bahwa fungsi komplemen merupakan elemen sentral dalam membangun struktur kalimat yang bermakna, koheren, dan sesuai dengan norma gramatikal. Komplemen, baik berupa kata, frasa, maupun klausa, memiliki peran untuk melengkapi unsur utama dalam satuan sintaktis seperti verba, adjektiva, dan nomina. Secara fungsional, komplemen menjawab kebutuhan semantis yang tidak dapat dipenuhi oleh predikator atau nomina inti secara mandiri.
Komplemen verba menunjukkan bagaimana verba memiliki valensi tertentu yang menentukan jumlah dan jenis argumen yang dibutuhkannya. Verba kopulatif dan verba kompleks-transitif, misalnya, menuntut adanya komplemen subjek atau objek dalam bentuk nomina, adjektiva, atau klausa. Distingsi antara klausa finite dan non-finite sebagai komplemen verba memperlihatkan perbedaan penting antara ekspresi fakta aktual dan tindakan hipotetis atau potensial.
Komplemen adjektiva memperjelas bahwa banyak adjektiva memerlukan komplemen dalam bentuk frasa preposisional, klausa that, atau konstruksi to-infinitive untuk menyampaikan evaluasi, sikap, atau keyakinan penutur. Komplemen adjektiva bukan sekadar elemen tambahan, melainkan konstituen wajib dalam sejumlah konstruksi predikatif.
Sementara itu, komplemen frasa nomina mengungkapkan struktur kompleks yang memungkinkan perluasan makna terhadap nomina inti. Komplemen ini sering kali berbentuk frasa preposisional, klausa relatif, atau klausa komplemen (complement clause). Keberadaan komplemen ini berbeda dari modifikator karena bersifat semantis wajib—khususnya pada nomina yang mengandung isi proposisional seperti |belief|, |claim|, |idea|, dan |fact|.
Melalui uraian tentang relasi koreferensial, kopula, posisi adjektiva, dan struktur bertingkat dalam frasa nomina, kita memahami bahwa kompleksitas gramatikal dalam bahasa Inggris tidak hanya menyangkut susunan linear, tetapi juga ketergantungan fungsional antarunsur. Pemahaman terhadap perbedaan antara komplemen dan modifikator sangat penting dalam analisis sintaksis karena menyangkut baik struktur formal kalimat maupun makna semantis yang dihasilkan.
Secara keseluruhan, kajian ini menekankan pentingnya pendekatan sistematik terhadap identifikasi dan klasifikasi komplemen dalam bahasa Inggris. Dengan mengacu pada referensi utama seperti Quirk et al. (1985), Huddleston & Pullum (2002), serta teori valensi dan kopula, pembaca dapat mengembangkan pemahaman mendalam mengenai bagaimana elemen sintaktis bekerja sama untuk membentuk satuan linguistik yang bermakna dan gramatikal.
Penulis menyadari bahwa kajian ini masih memiliki keterbatasan, baik dari segi ruang lingkup maupun kedalaman analisis. Oleh karena itu, kritik, saran, maupun komentar konstruktif dari para pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan isi dan pengembangan kajian sintaksis bahasa Inggris di masa mendatang.
Daftar Pustaka
Celce-Murcia, M., & Larsen-Freeman, D. (1999). The grammar book: An ESL/EFL teacher’s course (2nd ed.). Heinle & Heinle.
Chomsky, N. (1981). Lectures on government and binding: The Pisa lectures. Foris Publications.
Huddleston, R., & Pullum, G. K. (2002). The Cambridge grammar of the English language. Cambridge University Press.
Quirk, R., Greenbaum, S., Leech, G., & Svartvik, J. (1985). A comprehensive grammar of the English language. Longman.
- Kata kerja dalam bahasa Inggris bisa bersifat verba finite dan non-finite. Verba finite menunjukkan tense, person, dan number, serta berfungsi sebagai predikat utama (mis. walks dalam She walks to school). Sebaliknya, non-finite verbs tidak mengalami infleksi tersebut dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai predikat. Tiga bentuk utama non-finite meliputi infinitive |to eat|, gerund |eating|, dan participle |broken| (Quirk et al., 1985; Huddleston & Pullum, 2002). ↩︎
- Modifikator adalah unsur bahasa—biasanya berupa kata atau frasa—yang berfungsi untuk memperluas makna atau memberikan keterangan tambahan terhadap unsur inti (head) dalam suatu frasa. Modifikator tidak dapat berdiri sendiri dan selalu bergantung pada unsur inti yang dimodifikasinya. ↩︎
- Merujuk pada susunan atau urutan elemen bahasa dalam kalimat sesuai dengan aturan tata bahasa. Fokus analisis ini terletak pada struktur dan posisi unsur sintaktis, seperti subjek (S), verba (V), objek langsung (DO), dan objek tak langsung (IO). Contoh: She gave him a book (struktur: S + V + IO + DO) (Halliday & Matthiessen, 2014). ↩︎
- Adjektiva dalam bahasa Inggris dapat diklasifikasikan sebagai permanen atau temporer berdasarkan stabilitas maknanya terhadap nomina. Adjektiva permanen (mis. |tall|, |wooden|) mengungkapkan sifat tetap atau inheren, sedangkan adjektiva temporer (mis. |sick|, |angry|) menunjukkan kondisi sesaat. Distingsi ini penting dalam analisis sintaksis dan semantis, khususnya dalam distribusi posisi adjektiva dalam frasa nomina (Radford, 2009; Quirk et al., 1985). ↩︎
- Istilah kanonik mengacu pada bentuk atau struktur bahasa yang dianggap paling umum, standar, atau sesuai dengan norma tata bahasa yang berlaku. Dalam kajian sintaksis, bentuk kanonik sering digunakan untuk menunjukkan susunan kata dalam kalimat, bentuk kata, atau pola frasa yang tidak mengalami transformasi. Bentuk ini menjadi acuan dalam analisis linguistik dan pemahaman terhadap struktur bahasa secara sistemik. ↩︎
- Verba yang menghubungkan subjek dengan komplemen (pelengkap) dalam sebuah kalimat, tanpa menyatakan tindakan atau peristiwa. Fungsi utama kopula adalah sebagai penghubung (linking verb), bukan sebagai penanda proses. Contoh: She is a teacher, di mana verba |is| berfungsi sebagai kopula yang menghubungkan subjek dengan komplemennya. ↩︎
- Merujuk pada tingkatan satuan bahasa yang memiliki fungsi sintaktis, seperti morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Analisis terhadap satuan gramatikal mencakup hubungan hirarkis antar unsur tersebut, misalnya dalam struktur frasa nomina, klausa adjektiva, dan kalimat majemuk. Pemahaman satuan ini penting dalam menggambarkan sistem tata bahasa sebagai struktur bertingkat (Halliday & Matthiessen, 2014). ↩︎
- Dalam linguistik, analisis intrinsik (formalis) menitikberatkan pada struktur internal bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, tanpa mempertimbangkan faktor eksternal. Sebaliknya, pendekatan ekstrinsik (kontekstual) mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan psikologis dalam penggunaan bahasa. Pendekatan intrinsik berpijak pada tradisi struktural Saussurean (Lyons, 1981), sementara pendekatan ekstrinsik melandasi kajian seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, dan antropolinguistik (Hudson, 1980; Trudgill, 2000). Keduanya kini dipandang saling melengkapi dalam praktik linguistik kontemporer (Halliday & Matthiessen, 2014). ↩︎
- Teori linguistik yang dikembangkan oleh Noam Chomsky dalam tata bahasa transformasional generatif (Chomsky, 1965) membedakan antara struktur dalam (deep structure) yang merepresentasikan makna, dan struktur luar (surface structure) yang merupakan bentuk ekspresinya. Proses transformasi menghubungkan keduanya dan memungkinkan variasi bentuk kalimat tanpa mengubah makna inti. Teori ini menegaskan bahwa kemampuan berbahasa bersifat bawaan (innate) dan universal, serta membedakan antara kompetensi (pengetahuan linguistik) dan kinerja (penggunaan aktual bahasa). (https://short-link.me/15dEr). ↩︎
- Dalam linguistik, epithet merujuk pada adjektiva atau frasa adjektiva yang berfungsi sebagai modifikator pre-nominal dan menggambarkan sifat evaluatif atau kualitatif dari nomina (Halliday, 2004). Berbeda dari epitaf yang bersifat leksikal dan kontekstual, epithet bersifat gramatikal dan memainkan peran sintaksis dalam struktur frasa nomina. ↩︎
- Noun |wonder| + suffix adjective |-ful| → adjective |wonderful|. Noun |patriot| + suffix adjective |-ic| → adjective |patriotic| ↩︎
- Rekursi dalam linguistik mengacu pada kemampuan bahasa untuk menyisipkan struktur ke dalam struktur sejenis secara berulang, memungkinkan pembentukan ekspresi yang tak terbatas dari aturan yang terbatas (Chomsky, 1965). Fenomena ini dianggap sebagai ciri universal bahasa manusia dan menjadi komponen utama dalam teori tata bahasa generatif sebagai penanda kompetensi linguistik. ↩︎
- Asindeton dalam linguistik adalah gaya bahasa atau perangkat retorika yang melibatkan penghilangan konjungsi (kata sambung seperti “dan”, “atau”, “tetapi”) dari rangkaian kata, frasa, atau klausa yang setara. Penghilangan ini dilakukan secara sengaja untuk menciptakan efek tertentu, seperti ritme yang lebih cepat, penekanan makna, atau perubahan nada dalam kalimat. ↩︎
- Sindeton dalam linguistik adalah gaya bahasa atau perangkat retorika yang menggunakan konjungsi (kata sambung) secara eksplisit untuk menghubungkan dua atau lebih unsur yang setara dalam suatu kalimat, baik berupa kata, frasa, maupun klausa. Berbeda dengan asindeton yang menghilangkan konjungsi, sindeton justru menampilkan konjungsi secara eksplisit dan berulang. Penggunaan sindeton dapat memberikan kesan runtut, memperjelas hubungan antarunsur, atau menciptakan efek retoris tertentu dalam struktur kalimat. ↩︎
- Valensi verba adalah kemampuan verba untuk bergabung dengan satu atau lebih unsur lain (disebut argumen) dalam sebuah kalimat untuk membentuk struktur gramatikal yang lengkap. Dengan kata lain, valensi verba menunjukkan berapa banyak “pasangan” yang dibutuhkan oleh sebuah verba untuk membentuk kalimat yang gramatikal. ↩︎
- Gramatika Dependensi menekankan relasi hierarkis antar-kata dalam struktur kalimat melalui hubungan antara head dan dependent, bukan melalui struktur frasa. Setiap kata (kecuali root) tergantung pada kata lain, dan struktur kalimat dibentuk sebagai jaringan ketergantungan antar-leksikal. Konsep valensi berperan sentral dalam menentukan jumlah argumen yang diperlukan oleh suatu verba. (Lihat Lucien Tesnière dalam karya Éléments de syntaxe structurale (1959), Richard Hudson dengan teori Word Grammar, Igor Mel’čuk melaui pendekatan Meaning-Text Theory). ↩︎
- Verba intensif adalah jenis verba yang menunjukkan tindakan, peristiwa, atau proses yang berlangsung dengan intensitas tinggi dan menghasilkan suatu keadaan atau hasil tertentu. Verba ini menggambarkan situasi yang dilakukan secara mendalam, kuat, atau penuh penekanan, baik secara fisik maupun emosional, dan sering kali menunjukkan perubahan kondisi atau status. ↩︎
- Prinsip ekonomi maksimal merujuk pada kecenderungan penutur untuk menyampaikan informasi secara sesingkat dan seefisien mungkin tanpa menghilangkan makna penting. Dalam A Comprehensive Grammar of the English Language, Quirk et al. (1985) mencatat bahwa bentuk-bentuk linguistik yang ringkas namun padat makna sering digunakan demi efisiensi komunikasi, meskipun kadang menuntut interpretasi semantik lebih dari pendengar atau pembaca. ↩︎
- Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan komponen-komponennya. ↩︎
- Relasi intensif mengacu pada hubungan antara subjek dan komplemen yang saling koreferensial, dihubungkan oleh verba kopula seperti |be|, |become|, atau |seem|. Relasi ini tidak menyatakan aksi, melainkan identitas, keadaan, atau karakteristik subjek. Komplemen dapat berupa nomina atau adjektiva yang menjelaskan subjek secara langsung (Quirk et al., 1985, §§16.4–16.7). ↩︎
- Relasi koreferensial terjadi ketika dua ekspresi linguistik dalam satu kalimat merujuk pada entitas yang sama, seperti dalam John is a teacher, di mana John dan a teacher menunjuk pada orang yang sama. Relasi ini umum dalam konstruksi predikatif intensif dengan verba seperti |be|, |become|, dan |seem|, dan tidak memperkenalkan referen baru, melainkan mengidentifikasi atau menjelaskan subjek (Lyons, 1977; Saeed, 2016). ↩︎
- Ditransitif adalah jenis verba yang membutuhkan dua objek, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung, dalam sebuah kalimat. Objek langsung adalah benda atau orang yang dikenai tindakan, sedangkan objek tidak langsung adalah pihak yang menerima manfaat dari tindakan tersebut. ↩︎
- Kasus nominatif adalah kasus dalam tata bahasa yang digunakan untuk menandai subjek dalam sebuah kalimat. Dalam kata lain, kata benda atau kata ganti yang berada dalam kasus nominatif adalah “pelaku” atau “yang melakukan” tindakan yang disebutkan oleh kata kerja. ↩︎
- Pendekatan dalam tata bahasa yang menetapkan aturan-aturan baku mengenai bagaimana bahasa seharusnya digunakan, atau “benar” dan “salah” dalam penggunaan bahasa. ↩︎
- Klausa subordinatif yang bersifat finite (memiliki subjek dan predikat yang terkonjugasi) atau non-finite (tidak memiliki konjugasi waktu atau subjek eksplisit). Konjugasi adalah proses perubahan bentuk verba sesuai dengan subjek (orang, jumlah, dan jenis) serta waktu (tenses) dan modusnya (kepastian, kemungkinan, keharusan, keinginan, atau perintah). Klausa subordinatif finiteatau non-finite adalah anak kalimat bertingkat (subordinatif) yang berupa klausa dengan predikat lengkap dan terikat pada waktu (finite) misalnya because he was late, atau klausa tanpa konjugasi waktu dan sering kali tanpa subjek eksplisit (non-finite), seperti bentuk infinitif |to go|, partisipial |going|, |gone|, atau gerund |going home| yang menjabat sebagai subjek atau objek. ↩︎
